Kamis, 27 Juni 2013

Pengalaman makan Kima

Liburan akhir tahun kemarin saya mendekam di kantor bersama atasan saya. Mengerjakan report bulanan dengan semangat 45 dan sedikit mewek kalau melihat kiriman foto BBM keluarga yang sedang berlibur di Samarinda. Salah satu rute jalan jalan mereka, adalah ke pantai. Karena saya tahu ada yang menjual teripang maka saya titip, mengingat rate postingannya tinggi. 

Namun, apa daya musim-musim kawin dan berkembang biak tiap biota laut berbeda-beda. Teripang yang saya inginkan sedang tidak musim. Sebagai pelipur lara, akhirnya saya dibelikan Kima oleh emak. 


Singkat cerita, mereka sudah pulang berlibur. Yang saya cari pertama adalah kima. Kima yang dibawa disimpan di kulkas dan dibungkus plastik. Bentuknya kaya jamur kuping tapi ukurannya lebih panjang dan besar. Iseng-iseng, saya coba google tentang kima. Yang di otak saya adalah kerabatnya teripang. 


Ternyata...

Kima adalah kerang raksasa bak kerang jinny oh jinny yang sudah dilindungi. Teteret tereeet....

sumber: kapanlagi.com
 
Oh tidak, ada binatang yang sudah mau punah di dalam kulkas saya. Nah lo... Kalau saja saat itu saya punya mukjizat menghidupkan makhluk hidup mungkin saya lakukan. Namun apadaya... Rasa ingin menyentuh pun tidak ada lagi, terlebih memasak kerang itu.

Berhari hari kemudian, kima tersebut sudah ada di meja makan dengan gaya tumisan ala rumahan. Bentuknya ya seperti kerang dengan balutan cabe. Semua orang mengeluh akan keamisannya. Sewaktu saya mencoba rasanya juga tidak enak kok, apalagi masih ada pasirnya di sela-sela lipatan dagingn kima. Entah karena orang rumah saya tidak bisa mengolahnya atau memang Kimanya sendiri tidak enak.

Intinya, stop memakan Kima. Kima sudah mau punah. Kima tidak enak.

Sekian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar