Selasa, 03 Desember 2013

Tenten Bondan Project

Blog saya yang ini sudah lama banget ditinggalin, gak ditulis apa-apa. Efeknya yaitu gak ada yang ngomenin dan statistict guest nya juga biasa biasa saja. Salah satu alasan suatu blog akan terus di klik adalah infonya yang menarik dan selalu update.

Banyak sekali alasannya dengan juara nomor satu adalah karena malas. Toh sebenernya bukan berarti saya vakum. Kalau pun saya masak, pasti hanya yang mudah mudah dan kayanya sudah pernah diposting disini.

Mood saya pun ikut ambil andil dalam hal memasak. Misalnya, bahan sudah dibeli. Tapi ketika mau masak, bahannya ada satu yang kurang karena dikira tersedia di dapur. Akhirnya jadi pundung dan gagal masak. Atau bisa jadi sewaktu mau beli bahan, barangnya kosong, jauh carinya, sudah tidak fresh, dan yang paling sering tidak didukung dengan kocek yang ada.


Saya sendiri menyukai dunia kuliner dan turunannya. Dari suka orang bisa menjadikan hal tersebut sebagai hobi. Hobi yang baik bisa diaplikasikan sebagai bentuk penyegarannya dari penatnya rutinitas yang ada. Hobi yang dilakukan dengan totalitas sebenarnya bisa menjadi sesuatu yang menghasilkan. Seperti dari hobi memasak, orang bisa mengikuti kompetisi masak, berjualan makanan, atau menjadi maestro dalam ilmu makanan tersebut.

Sebagai pemula, saat ini saya tidak pernah memfokuskan hobi masak ini menjadi apapun. Mau iku kompetisi masak, tetapi jebolan jebolannya banyak yang kurang sukses. Mau bisnis makanan, tetapo tbelum berani keluar dari zona nyaman. Akhirnya saya teringat dengan kutipan Einstein yang mengatakan bahwa, 
 "Hal yang saya lakukan sebenarnya sama saja dengan orang kebanyakan. Tidak ada sesuatu yang spesial dengan apa yang saya kerjakan. Namun, saya tidak mudah menyerah dan terus bangkit dari kegagalan. Dimana saya mencapai suatu titik kesuksesan yang orang lain tidak sanggup berlama lama melewatinya"
Lalu saya menghubungkan kutupan Einstein dengan cerita ini. Selama dua bulan saya ditemp[atkan kerja di sebuah mall yang memiliki toko buku Gramedia. Di saat akan berangkat atau pulang kerja, berulang kali saya melirik sebuah buku hijau karangan Bondan Winarno. Bukunya berwarna hijau dengan wajah Pak Bondan full face pada covernya. Walaupun saya sering mampir, tetapi saya belum tertarik membeli ataupun membuka buka buku yang sudah tidak disegel.

Suatu hari di bulan November, toko buku tersebut memberikan potongan sepuluh persen untuk pemegang kartu suatu bank. Karena saya sudah lama mengincar buku tersebut, akhirnya kesampaian juga untuk memiliki buku yang berisi 550 halaman. Sewaktu saya membukanya, buku tersebut menjelaskan sejarah dan deskripsi makanan jalanan nusantara dari Timur hingga Barat Indonesia. Selain itu, buku ini juga menjelaskan kepada pembaca cara membuatnya dan rumah makan yang menjadi rekomendasi Pak Bondan sewaktu mencicipi berbagai hidangan tersebut.

Resep yang ada pada buku bukan berasal dari Pak Bondan sendiri, tetapi ditulis oleh pemilik warung makan asal atau warga Indonesia yang (mungkin) asli daerah sana. Karena konsepnya memang bukan memasak, jadi wajar saja kalau resep yang diinfokan tidak detail sekali. Tidak lama saya memiliki ide brilian setelah membeli buku ini.

Saya teringat dengan cerita Julie dan Julia. Dimana Julie, seorang wanita kebangsaan Amerika, menantang dirinya untuk memasak semua masakan yang ada di buku resep Julia Child. Perjuangan menyelesaikan projek ini dibumbui juga dengan kisah kehidupannya dengan karir dan asmaranya. Kisahnya dituliskan dalam sebuah blog, dibukukan, hingga menjadi sebuah film.

Mengopi ide Julie ini menurut saya adalah hal yang sangat menarik. Jika digabung dengan kutipan Einstein tadi, siapa tahu hal yang bermula hobi ini akan menjadi sesuatu pada akhirnya. Walau saya belum berpikir kalau nantinya tulisan saya akan dipublikasi bahkan difilmkan. Melainkan saya lebih terpikir untuk mengedukasi pembaca akan pentingnya menelajari kuliner di dalam negeri sendiri. Karena saat ini kita sudah banyak terlena lho dengan makanan luar yang lebih prestige kesannya. Padahal makanan asal Indonesia banyak sekali yang jauh lebih enak dan prestige karena keeksotisan bumbu masak yang dipakai.

Selama ini juga, saya lebih banyak hanya tahu mangonsumsi makanannya saja ketimbang apa saja yang terjadi di balik terjadinya makanan tersebut. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan di benak saya. Diantaranya, bagaimana rumit atau mudahnya sih mengolah makanan tersebut? Apa saja sih bahan yang membuat makanan tersebut menjadi enak? Apakah benar memasak makanan Indonesia itu ribet? Kalau ribet, apakah tidak bisa dibuat mudah?

Dari pertanyaan penasaran inilah, saya mencoba membuat Tenten Bondan Project berdasarkan 100 makanan yang berasal dart Buku 100 masakan tradisional Indonesia Maknyus Bondan Winarno.
Dengan menantang diri sendiri ini, saya bisa memperkaya ilmu pengetahuan disamping nelajar mewarisi budaya masakan anak bangsa. Kalau hanya baca tetapi tidak dipraktekan percuma dong?
 
Jadi, apa itu project Tenten Bondan?
Proyek ini datang dari lubuk keinginan saya yang gak dalem dalem banget sih. Tapi intinya saya mesti harus belajar mengetahui kuliner Indonesia. Yang katanya enak, bumbunya ramai, tetapi rumit masaknya. Di dalam buku ini ada sekitar 100 resep, dimana kalau saya cocokkan dengan waktu dan sikon yang saya punya, sepertinya 10 resep dalam satu bulan bisa saya gapai. Jadi dalam 10 bulan rencananya, 100 resep yang ada di buku Pak Bondand bisa saya habisi.

Di akhir setiap postingan, saya akan memberikan penilaian mengenai makanan tersebut. Dimulai dari tingkat kesulitan memasak, mencari bahan, tingkat kelezatan, hingga bisa tidaknya dikategorikan maknyus.


Kenapa memilih buku Pak Bondan?
Sebelumnya saya pernah berpikir mencoba semua resep yang ada di buku Gordon Ramsay Escape South Asia, tapi lagi lagi bahan yang dipakai kadang mesti benar benar lokal punya. Misal untuk membuat kari thailand, tertulis memakai bumbu thailand merah. Yang kalau saya pakai punya lokal pasti rasanya beda. Udah gitu untuk pakai yang impor harganya bisa 3-5 kali lipat. Padahal belum beli bahan proteinnya yang bisa saja harganya sama.

Selain itu, resep yang ditulis di buku ini bukan dari si Bapak Maknyus sendiri. Tetapi berasal dari berbagai chef atau warga lokal. Sehingga saya rasa tidak ada satu taste dan selera yang dominasi dari satu orang.

Ngomong ngomong untuk yang belum tahu, siapa sih Bondan Winarno itu? Bondan adalah seorang foodie atau penikmat makanan yang memulai karirnya sebagai wartawan di berbagai media cetak. Di awal 2000, wajahnya mulai menghiasi sebuah acara wisata kuliner dengan konsep mendatangi rumah makan rumah makan dan mencicipi hidangan khas-nya. Apabila makanan tersebut enak maka terucaplah kata kata seperti 'Maknyus' atau 'Top Markotop'.

Bondan pun dapat menjelaskan mengenai sejarah, bahan makanan, dan pengolahan hingga penonton menjadi sangat ingin mencoba. Kepiawaiannya dalam mengingat suatu hal menjadi kekuatan dari Bondan Winarno, bahkan untuk nama orang asing yang tidak familiar didengar beliau masih ingat betul. Saat ini Bondan aktif di sebuah partai politik sembari membuka usahanya di bisnis makanan.

Apakah orisinalitas resepnya akan saya buat sama?
Sebisa mungkin sih iya, tapi kalau waktu kepepet dan bahan gak ada mungkin akan saya variasikan. Atau bisa juga saya tambahi dan kurangi jika menurut saya lebih enak hehe. Kalau rasanya bakal sama atau nggak, wah saya gak bisa jamin. Soalnya ini adalah satu sarana saya bermimpi membandingkan masakan saya dengan tempat tempat itu langsung kesana di hari hari nanti. Resep banyak dimodifikasi akan saya tulis ulang. Kalau sama plek, mending beli aja bukunya ya.


Sekian, semoga dalam 10 bulan project ini selesai. Aku chef ember, mohon dukungannya yaa...

2 komentar: