Senin, 09 Desember 2013

Keumamah (2-100)


Keumamah. Sekilas namanya mirip mirip sama bahasa sunda. Apalagi kalau di belakangnya ditambahin Dedeh. Mungkin fotonya gak akan seperti di atas hehe. Tapi Keumamah ini berasal dari Banda Aceh. Keumamah sendiri berbahan dasar ikan tongkol kering yang disuir suir. Kalau di Jepang, mirip dengan katsuo bushi. Bahan makanan ini sebelum dimasak perlu diseduh dulu dengan air panas agar teksturnya melunak.

Untuk mencari ikan tongkol dikeringin, saya memilih hunting ke hyper market. Namun ikan yang keras hanya tersedia Cakalang dan ikan asin sayangnya. Tongkol yang ada, hanya dua jenis yaitu segar dan dipindang. Haduh, mana kecil kecil lagi ukurannya kalau dipindang. Saya nggak kebayang, mesti beli berapa nih? betapa sedikitnya daging yang akan diperoleh kalau membeli dengan bahan dasar si pindang tadi.

Akhirnya saya coba lihat lihat ikan yang lain, ketemulah satu untalan chiling wrap ikan kering. Pas saya baca tulisannya 'Ikan Roa'.



Saya pun langsung nanya sama pramuniaga setempat. 'Mbak ini ikan yang idupnya kaya apa ya?'. 'Waduh bentar ya, saya tanya dulu'.

Mbak itupun menanyakan ke temennya yang mungkin hobi makan ikan atau lulus kuliah perikanan. 'Ini diulek aja Mas, biasanya buat sambel'. 'Ooh gitu ya', kata saya.

Sumber: Atika.co
Akhirnya entah kenapa saya memilih memakai ikan roa untuk dijadikan pengganti ikan tongkol kering tadi. Buat yang nggak tahu ikan roa kaya apa, begini penampakannya.

Bahan lain untuk membuat keumamah yang susah didapatkan di Jakarta ternyata adalah asam yang dipakai di resep. Namanya asam sunti. Asam yang dijual di market tersebut cuma ada tiga jenis, asem jawa, asam gelugur, dan asam kandis. Asam sunti adalah yang belimbing wuluh kering.

Nggak kebayang kalo saya mesti cari belimbing wuluh dan ngeringin sendiri. Yang ada mending nonton Mamah dedeh datipada buat si Keumamah ini. Jadilah saya coba memilih ganti dengan asam gelugur. Karena bentuknya yang lebar seperi kepingan jengkol, sepertinya cocok untuk mengganti peran belimbing wuluh tadi. Dipikir pikir teori yang gak ada landasannya juga sih.

Waktu saya google, ketemu lah di website si Mbak ini. Jadi asam gelugur itu berasal dari buah yang berwarna hijau seperti manggis.Pastinya sudah memiliki cita rasa masam walau belum dikeringin.

Hidangan keumamah ini kata Pak Bondan, ada yang pedas banget dan tidak pedas. Jadi antara satu warung dengan warung yang lain ya beda beda. Tapi ada yang saya kurang jeli dari Keumamah yang dibahas di buku ini. Pada penjelasan awalnya, dikasih tahu kalau resep ini bersantan. Tapi kenapa pada resepnya nggak ada bahan santan atau kemiri sama sekali ya? Malah cenderung lebih dibahas mengenai pemakaian minyak yang bisa diminimalisasi sesuai dengan selera. Soalnya minyak yang ada di resep cukup buat mandiin ikan seharian.

Voila, akhirnya resep yang saya buat tanpa santan dan tanpa ketumbar. Itu semua karena saya gak mensingkronkan antara pembahasan dan resep, hahaha. Sayuran pelengkap yang pada resep kacang panjang pun saya ganti dengan brokoli.

Terus, seperti apa rasanya? Pernah makan sayur asem asem yang terbuat dari daun kedondong? Yaa, segarnya mirip seperti hidangan itu. Pedes pedes seger. Apalagi dengan adanya daun kari atau temurui yang bisa dimakan membuat aroma tambahan dan cita rasa baru. Karena biasanya saya masak daun kari dengan cara ditumis atau digoreng. Ternyata segala masakan punya cita rasa lebih nikmat dan beraroma dengan penambahan daun ini, Overall, resep ini patut loh dicoba. Kalau nanti saya akan buat lagi, mungkin lebih baik ikannya dari tongkol pindang dan ditambahkan kemiri supaya tekstur kuahnya lebih kental. Selamat berkreasi.

Rasa: 4 dari 5
Tingkat kesulitan memasak: Mudah
Tingkat kesulitan bahan: Sulit (ikan kayu dan asam sunti)
Modifikasi resep: Diperlukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar