Minggu, 05 Januari 2014

Kare Kameeng (11-100)


Kambing yang dalam bahasa Inggris adalah goat merupakan mamalia berkaki empat, bunyinya mengembik, dan memilki bau prengus yang khas. Kambing dan domba adalah dua hewan yang berbeda. Kalau kambing, gak punya bulu yang bisa dibuat wol. Selain itu, lemaknya lebih banyak dan berbau.

Tidak begitu banyak kuliner di indonesia yang memakai daging kambing. Umumnya dimasak menjadi sate, gulai, tongseng, kare, atau disop kakinya. Sepertinya memang masyarakat kita tidak begitu suka mengonsumsi hewan ini. Apalagi banyaknya klaim yang memvonis daging ini banyak mengandung kolesterol.

Saya sendiri bukan penikmat daging kambing. Menurut saya banyak yang tidak bisa mengolahnya menjadi daging yang empuk, gak bau, dan meresap bimbunya. Salah satu pengalaman saya, ya karena pernah makan sate kambing yabg masih bau prengus. Makanya saya bingung kalau ada yg bilang olahan daging kambing enak kalau masih ada bau prengusnya. Hadeh menurut saya sih malah salah besar. 


Sampai saat ini, belum pernah tuh Mbak Ani ngebuatin kita sekeluarga menu daging kambing. Paling juga hanya sewaktu idul adha karena ada saudara yang akikah. Sampe akhirnya karena di bab provinsi aceh ada masakan kari kambing. Inilah pertama kalinya saya mengolah dagingnya Raditya Dika. Eh maksudnya daging kambing.

Cerita awalnya saya lebih tertarik untuk memakai daging domba. Tetapi di supermarket depan tempat saya kerja hanya menjual yang sudah frozen. Harganya pun 80ribu untuk berat setengah kg kurang. Walau import tapi rasanya gak tega ngeluarin uang segitu banyak.

Akhirya saya memetuskan coba tengok Pasar Mayestik di pagi hari. Untuk berat setengah kilogram, saya mendapatkan dengan harga lima puluh ribu. Isinya hanya dagingnya saja dan minta untuk dipotong dadu. Setelah mendapatkan daging kambingnya, saatnya saya mencari bumbu penyerta lainnya yaitu daun kari. Selama ini, saya selalu minta ke tetangga. Sepertinya karena selalu saya mintain, tanaman tersebut makin kerdil. Akhirnya saya putuskan kali ini untuk beli aja di salah satu pedagang pasar ini.

Tidak tahu kenapa, karena saya cuma butuh dalam ukuran segenggam atau mungkin daunnya sudah agak mengering. Saya diberikan secara cuma cuma di abang yang menjual bumbu dapur. Padahal saya gak beli bumbu apapun di beliau. Huah, rejeki memang dateng tanpa diminta terkadang hehe. SIngkat cerita saya pulang ke rumah dan langsung mengolah kari kambing itu supaya bisa dimakan siangnya.

Mengolah daging kambing untuk menjadi kari sama saja dengan mengolah daging sapi. Bau prengus yang saya khawatirkan akan tertutup dengan bumbu hasil ulekan dan daun kari. Selain itu, menurut saya, warna merah atau kuning yang mencolok dijual bisa dihasilkan dari cabe giling atau pasta kari instan. Kalau saya menambahkan pasta kari merah merek Mae Ploy supaya warnanya lebih menarik.  Soalnya Blue Elephant kan mahal sampai tiga kali lipatnya Mae Ploy.

Kalau semua bumbu di buku dan Mae Ploy ditambahkan, maka akan tercipta rasa pedas yang over. Saya sempet bingung, ini pedes dari cabe atau bumbu instannya ya. Maka saya coba tambahin gula jawa atau palm sugar dan sukses meredam rasa pedes hingga menjadi maknyus lah kari kambing ini.
Untuk mengempukkan daging kambing, saya menggunakan cara kuno yaitu memasaknya hingga empuk.

Kesimpulannya, buat kari kambing gak susah kok. Jangan takut nanti dagingnya masih bau. Untuk kecocokan taste, harus sering sering dirasa supaya tahu taste nya keasinan, pedes, atau masih hambar. Yang membedakan kari kambing ini dengan yang biasa di pasaran adalah daun kari. Jadi jangan sampai tidak ada daun ini. Selamat mencoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar