Sabtu, 17 Februari 2018

Trung Nguyen Coffee Review -Saigon-

Saigon atau yang sakarang kerap dikenal dengan Ho Chi Minh adalah ibukota Negara Vietnam yang memiliki banyak ragam kuliner. Salah satunya adalah kopi. Bak seperti Indonesia yang belum disokong dan promosi jor joran mengenai hasil buminya. Memilih kopi lokal yang enak menjadi agak sulit buat gua dan dua orang temen nge-trip yang bukan coffee expertise. Ditambah kita juga enggak terlalu niat browsing via mbak google, sehingga pilihan bertanya ke receptionist hostel menjadi pilihan. 

Gua: Mbak, mbak. Di dekat sini coffee shop yang enak dan tempatnya asik apa namanya?
Mbak Receptionist: Hmm.. (sambil tersipu malu)... Apa ya....?

Kami pun menunggu isi jawaban dari si Mbak

Mbak Receptionist: Banyak kok, semuanya juga terkenal hohoho (sambil ketawa sok manis)

Gubrak!!!

Mungkin layaknya di bumi Indonesia tercinta, rakyatnya masih lebih mencintai kopi sachet buaan pabrik dibandingkan coffee shop local dengan mesin internasional yang ada di sekitaran daerah kita sendiri. Tidak menyerah. Akhirnya, tiga anak milenial ini memutuskan untuk mencari coffee shop sembari explore Saigon. Bukannya tanya mbah google atau trip advisor (yang kadang suka ngeselin juga sih...)

OOT sedikit tentang trip advisor kenapa gua bilang ngeselin. Salah satu channel youtube Vice cabang UK tepatnya London membuat research dengan membuat validasi palsu untuk sebuah restoran yang tidak pernah ada sama sekali. Nama restorannya adalah 'The Shed at Dalwich'. Dengan mengumpulkan dan membuat review palsu, makin berganti hari rankingnya semakin meningkat. Hingga telepon reservasi semuanya dicancel hingga rankingnya menanjak di urutan pertama dari 18.000 restoran yang ada di London. Intinya sih, nggak semua review itu betul, sedikit banyak boleh lah jadi acuan.

Balik lagi ke pencarian kopi di Kota Komunis Saigon. Dari pojokan kesana kemari, hingga conviniene store kek Alfamart kita menemukan satu nama yang kerap kali bermunculan sering banget namanya Trung Nguyen. Entah itu kopi dari Vietnam sebelah mana, tetapi  tampaknya nama yang ear catching dan menjanjikan untuk disruput kenikmatannya. 

Hingga pada saat lagi berpanas panasan, kami yang berbalut celana pendek nan backpacker melihat ada satu kedai kopi yang sangat mewah. Bangunannya elegan dan tempatnya pun dingin ber-AC. Pengunjungnya memakai setelan rapi dan necis bak rakyat Sudirman yang sedang meeting, prospek asuransi, atau bahkan cuma buang buang uang saja. Karena penasaran sama harganya, kita yang enggak tahu malu, masuk aja gitu untuk eksplorasi harga. Perbandingan kita masih standar kok, cuma starbucks aja (sebelom banyak promo Line-nya tapi).

Begitu kita bertiga masuk, ibarat kayak Anak SMA yang selesai diospek dan belum ganti baju mampir ke Plaza Indonesia. Kelihatan sangat kontras dan akan digantikan menjadi seragam pencuci piring di back area. Dari lubuk hati yang paling dalam, sebenernya tempatnya asik banget buat melepas lelah dan memberikan kenikmatan hakiki untuk betis yang mulai pegal dan kerongkongan yang kering. Namun apa daya, perjalanan masih jauh. Belum semua Kota Saigon pusat dieksplorasi. Akhirnya kami memutuskan untuk menyudahi salah satu bucket list ini saja (gampang nyerah...)


The time was very short (berlaku buat gue). Sedangkan, dua teman gua masih ada satu hari lagi untuk eksplorasi Ho Chii Minh. Sebelum waktunya melepas lelah di malam terakhir  Satu hari sebelum pulang, bergegas untuk berkunjung ke kedai Trung Nguyen yang paling dekat dari Hostel. Sekitar lima menit jalan kaki. Tadinya gua mau berkunjung aja sendirian, tapi karena mereka iba nan kasihan sama gua yang harus udah pulang besok ini. Jadilah semuanya cabut ke TKP.

Seperti jalan jalan pada distrik pusat lainnya, kita harus melewati deretan pub kaki lima yang menyediakan kursi bakso untuk chill out mimi mimi Beer dan kudapan dari babi (kali yee..). Serta musik musik semi house yang mengguncang jalanan Ho Chi Minh. Suasananya mirip mirip sama sarinah gitu deh. 


 Sesampainya di Trung Nguyen, kita langsung naik ke lantai dua. Dan dekorasinya sangat fancy. Bisa dilihat digambar dengan pose dua teman saya berlatar belakang rak buku yang mungkin desainernya terinspirasi oleh kincir angin zaman dahulu kala. Jangan sedih kalau ternyata buku bukunya nggak bisa dibaca. Bukan karena isinya berlafaz tulisan Vietnam, tetapi gak ada isinya alias kosong melompong.



Pilihan kopi disini dinikmati dengan cara proses dripping atau tetes menetesi dengan es batu yang ada di bawahnya. Dengan dicampur dengan susu dan gula semua menjadi lebih pas. Yang paling nggak asik karena pas kita lagi main kesini. Eh, mati listrik!!! Sudah gitu gak dapet diskon atau complimentary lainnya! 



But overall, its worth for buying experience. Minus mati listriknya tapi!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar